Rose'story
Sadari Niati Perbaiki Jalani Konsistensi MARI BERHIJRAH UKHTI
Be A Great Midwife
Selasa, 06 September 2016
REFLEKS PRIMITIF PADA BAYI BARU LAHIR
Setelah lahir, bayi umumnya tidur sepanjang waktunya. Pada saat bangun biasanya menangis. Bayi tidak mempunyai perasaan senang. Ia tidak menyukai cahaya langsung ke matanya dan bereaksi dengan menutup matanya. Kepalanya selalu menoleh ke arah tempat terang, misalnya jendela. Sepanjang waktu ia terlentang diam. Ia dapat melakukan fleksi (menekuk) dan ekstensi (membuka) tungkai dan lengannya. Bila ditengkurapkan, bayi baru lahir tidak dapat mengangkat kepalanya dari permukaan tilam. Seringkali terlihat refleks bayi berupa gerak klonus otot rahang, dan kadang-kadang klonus di pergelangan kaki.Tangannya biasanya mengepal, dengan posisi ibu jari biasanya diantara telunjuk dan jari tengah.
Refleks primitif banyak sekali dapat diamati pada bayi baru lahir, beberapa hal penting dari segi klinis, yaitu bila refleks tersebut lambat perkembangannya atau bahkan tidak tampak sama sekali, misalnya pada bayi kurang bulan atau bayi yang sakit. Jika refleks primitif pada bayi menetap sampai melebihi umur 3 bulan, mungkin saja terdapat gangguan neurologis.
Adapun beberapa refleks primitif pada bayi baru lahir, antara lain:
1. Refleks moro
Refleks primitif ini terdapat pada bayi baru lahir sampai 3 bulan. Refleks ini dapat dimunculkan dengan cara memukul tempat tidur bayi, suara ribut, dsb. Tetapi paling baik dengan cara memegang dan meletakkan lengan pemeriksa sepanjang punggung dan kepala bayi. Kemudian, jika tiba-tiba kepala bayi dijatuhkan sesaat beberapa centimeter ke belakang, akan muncul refleks:
Tahap 1. Lengan dan tungkai terentang seperti terkejut.
Tahap 2. Lengan melakukan gerak fleksi seperti memeluk
2. Refleks genggam
Refleks genggam ini menghilang pada bayi umur 6-8 bulan. Refleks gasp ini dapat ditimbulkan dengan cara menggoreskan jari-jari pemeriksa pada permukaan telapak tangan bayi. Bayi akan menggenggam jari pemeriksa dan genggaman tersebut cukup erat sehingga dengan genggaman tersebut bayi dapat diangkat, bahkan pada bayi kurang bulan genggaman tersebut juga sudah cukup kuat.
3. Refleks tonik otot leher asimetris
Bila kepala bayi diekstensikan, akan terdapat tonus otot ekstensor lengan dan tonus otot fleksor tungkai. Bila difleksikan, akan terjadi sebaliknya. Refleks ini menghilang pada umur 8-10 minggu.
4. Refleks tonik otot leher simetris
Bila kepala bayi diekstensikan, akan terdapat tonus otot ekstensor lengan dan tonus otot fleksor tungkai. Bila difleksikan, akan terjadi sebaliknya. Refleks ini menghilang pada umur 8-10 minggu.
5. Refleks berjalan
Refleks ini dapat ditimbulkan dengan cara memegang bayi pada ketiaknya seperti posisi berdiri. Bayi akan mengerakkan kakinya seperti gerak berjalan.
6. Refleks Menaiki Tangga
Bila bagian dorsal kaki bayi disentuhkan ke bawah permukaan meja, bayi akan mengangkat kakinya ke atas permukaan meja.
7. Refleks rooting
Jika pipi bayi disentuh, ia akan menggerakan mulutnya ke arah sentuhan. Itulah sebabnya, pada waktu bayi dalam posisi menyusu dan pipinya tersentuh putting susu, ia akan menggerakan mulutnya ke arah putting susu tersebut.
Untuk lebih jelas let's watch on this video https://youtu.be/8dI1UOziOgg
PENILAIAN APGAR SKOR PADA BAYI BARU LAHIR
Definisi
APGAR skor adalah suatu metode sederhana yang digunakan untuk menilai keadaan umum bayi sesaat setelah kelahiran.
Penilaian ini perlu untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau tidak. Yang dinilai adalah frekuensi jantung (Heart rate), usaha nafas (respiratory effort), tonus otot (muscle tone), warna kulit (colour) dan reaksi terhadap rangsang (response to stimuli) yaitu dengan memasukkam kateter ke lubang hidung setelah jalan nafas dibersihkan. Setiap penilaian diberi angka 0,1,2. (Prawirohardjo : 2010).Kriteria Apgar Skor
Berikut ini adalah Penilaian Keadaan Umum Bayi berdasarkan nilai APGAR SKOR
Dari hasil penilaian tersebut dapat diketahui apakah bayi normal (vigorous baby = nilai apgar 7-10) sedangkan bayi dengan asfiksia ringan (nilai apgar 4-6), dan bayi dengan asfiksia berat (nilai apgar 0-3)
SEMOGA BERMANFAAT ^^
KONSEP DASAR BAYI BARU LAHIR
a. Pengertian bayi Baru Lahir
Asuhan
segera pada bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan pada bayi pada jam
pertama setelah kelahiran, dilanjutkan sampai 24 jam setelah lahir.
Menurut Saifuddin, (2002), Bayi
baru lahir adalah bayi yang baru lahir selama
satu jam pertama kelahiran. Menurut M. Sholeh Kosim, (2007) Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara 2500 – 4000 gram, cukup
bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan congenital (cacat
bawaan).
b. Ciri-ciri bayi baru lahir
- BB 2500 – 4000 graM
- Panjang lahir 48 – 52 cm
- Lingkar dada 30 – 38 cm
- Lingkar kepala 33 – 36 cm
- Bunyi jantung pada menit pertama 180x/menit, kemudian heran 120 – 140 x/menit.
- Pernafasan pada menit pertama 80x/menit, kemudian turun menjadi 40x/menit.
- Kulit kemerah-merahan dan licin.
- Rambut lanago tidak terlihat, rambut kepala sudah sempurna.
- Kuku agak panjang dan lemas.
- Genetalia, labia mayora sudah menutupi labra minora (perempuan) testis sudah turun di dalam scrotum (laki-laki)
-
1. Reflek hisap dan menelan sudah terbentuk baik.12. Reflek moro baik, bila dikagetkan bayi akan memperlihatkan gerakan seperti memeluk.13. Graff reflek baik, bila diletakkan beda pada telapak tangan bayi akan menggenggam.14. Eliminasi baik, urine dan mekonium keluar dalam 24 jam pertama.
Minggu, 20 Maret 2016
Tugas SWOT
BAB
II
DASAR
PENDIRIAN APOTEK
A.
Pengertian
apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia (Kepmenkes RI) No. 1332/MENKES/SK/X/2002, tentang Perubahan
atas Peraturan MenKes RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 mengenai Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotek, yang dimaksud dengan apotekadalah suatu tempat
tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian penyaluran perbekalan farmasi
kepada masyarakat.
Tugas dan Fungsi apotek
1. Tugas dan
Fungsi
Tugas dan Fungsi Apotek berdasarkan Peraturan
Pemerintah No.25 tahun 1980, tugas dan fungsi apotek adalah sebagai berikut:
- Tempat pengabdian profesi apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
- Sarana farmasi yang telah melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
- Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyalurkan obat yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata.
- Sebagai sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi lainnya kepada masyarakat.
2. Landasan
Hukum Apotek
Apotek
merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam:
a. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan.
b. Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang
Narkotika.
c.
Undang-Undang
No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
d. Peraturan
Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26 tahun 1965 mengenai Apotek.
e. Peraturan
Pemerintah No 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti dan Izin kerja Apoteker, yang
disempurnakan dengan Peraturan Menteri kesehatan No. 184/MENKES/PER/II/1995.
f.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 695/MENKES/PER/VI/2007
tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 184 tahun 1995
tentang penyempurnaan pelaksanaan masa bakti dan izin kerja apoteker.
g. Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
h. Keputusan
Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
B. Manajemen dan Struktur Apotek
1. Manajemen
Apotek, adalah manajemen farmasi yang diterapkan di apotek. Sekecil apapun
suatu apotek, sistem manajemnnya akan terdiri atas setidaknya beberapa tipe
manajemen, yaitu :
a) Manajemen
keuangan, tentunya berkaitan dengan pengelolaan keuangan, keluar masuknya uang,
penerimaan, pengeluaran, dan perhitungan farmako ekonominya.
b) Manajemen
pembelian, meliputi pengelolaan defekta, pengelolaan vendor, pemilihan item
barang yang harus dibeli dengan memperhatikan FIFO dan FEFO, kinetika arus
barang, serta pola epidemiologi masyarakat sekitar apotek.
c) Manajemen
penjualan, meliputi pengelolaan penjualan tunai, kredit, kontraktor.
d) Manajemen
persediaan, barang meliputi pengelolaan gudang, persediaan bahan racikan,
kinetika aarus barang. Manajemen persediaan barang berhubungan langsung dengan
manajemen pembelian.
e) Manajemen
pemasaran, berkaitan dengan pengelolaan dan teknik pemasaran untuk meraih
pelanggan sebanyak-banyaknya. Manajemen pemasaran ini tampak padaapotek modern,
tetapi jarang diterapkan pada apotek-apotek konvensional.
f)
Manajemen khusus, merupakan manajemen khas yang
diterapkan apotek sesuai dengan kekhasannya, contohnya pengelolaan untuk apotek
yang dilengkapi dengan laboratorium klinik, apotek dengan swalayan, dan apotek
yang bekerjasama dengan balai pengobatan, dan lain-lain.
2. Struktur
Apotek
Gambar 2. Struktur Apotek
C. Prosedur Pendirian Apotek
Menurut KepMenKes RI
No.1332/Menkes/SK/X/2002, disebutkan bahwa persyaratan-persyaratan apotek
adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerjasama dengan pemilik
sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan
termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik
sendiri atau milik pihak lain.
2. Sarana
apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi yang
lain di luar sediaan farmasi.
3. Apotek dapat
melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.
D. Syarat Pendirian Apotek
Beberapa persyaratan yang harus
diperhatikan dalam pendirian apotek adalah:
1. Lokasi dan Tempat
Jarak antara apotek tidak lagi dipersyaratkan, namun
sebaiknya tetap mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan
kesehatan, jumlah penduduk, dan kemampuan daya beli penduduk di sekitar lokasi
apotek, kesehatan lingkungan, keamanan dan mudah dijangkau masyarakat dengan
kendaraan.
2. Bangunan dan Kelengkapan
Bangunan apotek harus mempunyai luas dan memenuhi
persyaratan yang cukup, serta memenuhi persyaratan teknis sehingga dapat
menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu
perbekalan kesehatan di bidang farmasi. Bangunan apotek sekurang-kurangnya
terdiri dari :
a) Ruang
tunggu, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, ruang penyimpanan obat,
ruang peracikan dan penyerahan obat, tempat pencucian obat, kamar mandi dan
toilet.
b) Bangunan
apotek juga harus dilengkapi dengan : Sumber air yang memenuhi syarat
kesehatan, penerangan yang baik, Alat pemadam kebakaran yang befungsi baik,
Ventilasi dan sistem sanitasi yang baik dan memenuhi syarat higienis, Papan
nama yang memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA, alamat apotek, nomor telepon
apotek.
c)
Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien
d)
Tersedianya tempat untuk mendisplai obat bebas dan obat bebas
terbatas serta informasi bagi pasien berupa brosur, leaflet, poster atau
majalah kesehatan.
e)
Ruang untuk memberikan konseling bagi pasien
f)
Ruang peracikan
g)
Ruang/tempat penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan lainnya.
h)
Ruang/tempat penyerahan obat
i)
Tempat pencucian alat
3. Perlengkapan Apotek
Apotek harus memiliki perlengkapan, antara lain:
- Alat pembuangan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan, mortir, gelas ukur dan lain-lain.
- Perlengkapan dan alat penyimpanan, dan perbekalan farmasi, seperti lemari obat dan lemari pendingin.
- Wadah pengemas dan pembungkus, etiket dan plastik pengemas.
- Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropika dan bahan beracun.
- Buku standar Farmakope Indonesia, ISO, MIMS, DPHO, serta kumpulan peraturan per-UU yang berhubungan dengan apotek.
- Alat administrasi, seperti blanko pesanan obat, faktur, kwitansi, salinan resep dan lain-lain.
7.
Peralatan penunjang kebersihan apotek
E. Prosedur Perizinan
Apotek
Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker pengelola
apotek (APA) yang bekerjasama dengan pemilik sarana harus siap dengan tempat,
perlengkapan, termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya. Surat izin
apotek (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri Kesehatan RI kepada apoteker
atau apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk membuka apotek di suatu
tempat tertentu. Wewenang pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin,
pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri
Kesehatan dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.Persyaratan
pemberian SURAT Izin Apotek (SIA) adalah sebagai berikut :
1)
Fotokopi surat izin gangguan/HO yang diperoleh dari Dinas
Kesehatan Kabupaten atau Kota
2)
Fotokopi Surat Penugasan/Surat Izin Kerja Apoteker
3)
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Pemilik Sarana Apotek (PSA)
4)
Denah ruang/layout dan bangunan
5)
Surat keterangan atau pernyataan status bangunan (milik
sendiri atau sewa)
6)
Hasil pemeriksaan kualitas air oleh laboratorium dinas
kesehatan kabupaten setempat
7)
Data apoteker pendamping (fotokopi ijazah dan Surat
Penugasan).
8)
Daftar peralatan apotek dan obat generik berlogo
9)
Surat pernyataan bahwa APA tidak sedang bekerja pada
perusahaan farmasi lain (swasta).
10)
Fotokopi akta perjanjian kerjasama antara APA dan PSA (jika
pemilik apotek bukan APA).
11)
Surat rekomendasi dari organisasi profesi (ISFI).
12)
Surat pernyataan yang menyatakan bahwa PSA tidak pernah
melanggar peraturan dibidang kesehatan. Misalnya terlibat dalam peredaran obat
palsu, narkotika, dan lain-lain.
13)
Fotokopi KTP
Sesuai dengan Keputusan MenKes RI
No.1332/MenKes/SK/X/2002 Pasal 7 dan 9 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek, yaitu:
a. Permohonan
izin apotek diajukan kepada Kepala Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 hari setelah menerima
permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan
pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan.Pemohon
melampirkan persyaratan sebagai berikut :
1) Fotokopi
ijasah dan Sumpah Apoteker
2) Fotokopi
Surat Izin Kerja atau Surat Penugasan dan Surat Keputusan untuk APA (Apoteker
Pelaksana) yang dalam rangka menjalankan Masa Bakti
3) Fotokopi
KTP Apoteker
4) Surat
Keterangan sehat dari Dokter untuk APA
5) Fotokopi
Lolos butuh untuk APA yang akan bekerja di luar Propinsi Perguruan Tinggi
setempat
b. Tim Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6 hari kerja
setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
melaporkan hasil pemeriksaan.
c. Dalam hal
pemerikasaan dalam ayat (2) dan (3) tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat
membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Kantor Dinas
Kesehatan setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi.
d. Dalam jangka
12 hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana ayat (3) atau
persyaratan ayat (4), Kepala Dinas Kesehatan setempat mengeluarkan surat izin
apotek.
e. Dalam hasil
pemerikasaan tim Dinas Kesehatan setempat atau Kepala Balai POM dimaksud (3)
masih belum memenuhi syarat Kepala Dinas Kesehatan setempat dalam waktu 12 hari
kerja mengeluarkan surat penundaan.
f. Terhadap
surat penundaan sesuai dengan ayat (6), apoteker diberikan kesempatan untuk
melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam waktu satu
bulan sejak tanggal surat penundaan.
g. Terhadap
permohonan izin apotek bila tidak memenuhi persyaratan sesuai pasal (5) dan
atau pasal (6), atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala
Dinas Kesehatan Dinas setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 hari
kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasan-alasannya.
Adapun alur
perizinan pendirian apotek dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar
1. Skema Perizinan Pendirian Apotek
F. Pelayanan Apotek
- Pelayanan Resep
Skrining
Resep Apoteker melakukan skrining resep meliputi :
Persyaratan
Administratif :
a.
Nama, SIP dan alamat dokter
b. Tanggal
penulisan resep
c.
Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
d. Nama,
alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
e.
Cara pemakaian yang jelas
f.
Informasi lainnya
1) Kesesuaian
farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara
dan lama pemberian
2) Pertimbangan
klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi,
jumlah obat dan lain lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya
dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan
alternatif seperlunya bila perlumenggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
2. Penyiapan
obat.
a. Peracikan
merupakan kegiatan menyiapkan menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan
etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu
prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta
penulisan etiket yang benar.
b. Etiket harus
jelas dan dapat dibaca.
c. Kemasan obat
yang diserahkan hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga
terjaga kualitasnya.
d. Penyerahan
Obat. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir
terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh
apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.
e. Informasi
Obat. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah
dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat
pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan
obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus
dihindari selama terapi.
f. Konseling.
Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan
perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien
atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan
obat yang salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes,
TBC, asma dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling
secara berkelanjutan.
g. Monitoring
Penggunaan Obat. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus
melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti
kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.
h. Promosi dan
Edukasi. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus memberikan
edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk
penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus
berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu
diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet /brosur, poster,
penyuluhan, dan lain lainnya.
3. Pelayanan Residensial
(Home Care). Apoteker sebagai care
giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat
kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan
penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan
berupa catatan pengobatan.
Langganan:
Postingan (Atom)