“DUKUN
VERSUS BIDAN”
NARATOR : ROSMAWATI EKA WIJAKSANAH
DUKUN/SANRO : LIYUSRI
BIDAN ITA : PUSPITA SARI
IBU HAMIL : ARIYANA
IBU MERTUA : NURDEWI SULYMBONA
BIDAN SENIOR : DIKA SILVIA SARI
KEPALA DESA : SWISTI INTAN NURCAHYA MITA
Laonti sebuah desa terpencil masih
bagian dari wilayah Sulawesi Tenggara, akses menuju desa masih sangat jauh dari
kata MUDAH. Untuk pergi ke pasar ataupun ke daerah ibu kota masyarakat tidak
bisa menggunakan jalur darat karena daerah ini dikelilingi anak sungai. Alat
tranportasi yang digunakan masyarakatnya adalah perahu kecil yang biasa disebut
“KATINTING”. Masyarakatnya masih memegang teguh adat istiadat di daerah mereka,
salah tokoh yang cukup disegani adalah ‘Dukun” tapi di daerah ini mereka
menyebutnya “SANRO”. Karena akses yang masih sulit, sehingga di daerah ini
belum ada Puskesmas. Biasanya masyarakat akan berobat ke dukun tersebut. Tahun
ini Dinas Kesehatan kemudian menempat seorang bidan PTT baru bernama bidan
“ITA”. Bidan tersebut tinggal di salah satu rumah warga desa, dengan adanya
Bidan Desa kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat sedikit demi sedikit sudah
mulai berjalan. Pada saat posyandu perdana bidan ITA tidak didatangi seorang
pun ibu hamil, sehingga sore harinya bidan ITA berinisiatif untuk melakukan
kunjungan rumah. Pada saat dalam perjalanan bidan ITA bertemu dengan salah satu
ibu hamil :
Bidan
Ita
|
ibu
nana ya? Darimana nih? (memperhatikan raut wajah ibu yang terlihat kesakitan)
|
Bumil
|
(sambil
meringis) saya dari rumah sanro bu, diantar mertua saya ini
|
Bidan
Ita
|
saya
baru mau ke rumah ibu, saya tunggu di posyandu kok ibu ga datang. Kan ibu
belum periksa kehamilan untuk bulan ini.
|
Mertua
|
huuummmm..
ga usah diperiksa bu bidan tadi sanro sudah ngobatin anak saya kok, posisi
perutnya udah bagus juga. Bu bidan pulang saja, kasian sudah jauh-jauh jalan
kaki sampai kesini.
|
Bidan
Ita
|
ga
papa bu sudah tugas saya juga sebagai bidan yang bertugas di desa ini.
|
Mertua
|
ya
sudah kalo bidan memaksa, mari ikut kami pulang sekalian bu bidan periksa
saya juga ya.
|
Bumil
|
Baik
bu bidan, ikut ke rumah
|
Setelah
pemeriksaan dilakukan bidan Ita memberi tahu ibu nana hasil pemeriksaannya.
|
|
Bidan
Ita
|
ibu
nana, berdasarkan hasil pemeriksaan umur kehamilan ibu memasuki bulan ke 4.
Tekanan darah normal, dan ibu tidak kurus. Bulan depan kalo ibu sempat datang
ke posyandu yah. Oh iya tadi ibu dari rumah sanro, ibu ngapain? Sepertinya
tadi ibu juga terlihat kesakitan.
|
Bumil
|
kata
ibu mertua saya, bentuk perut saya tidak bagus karena posisi anaknya di dalam
ga bagus juga. Jadi tadi siang saya diantar ke rumah sanro bu bidan, untuk
dipijat biar posisi anaknya bagus kembali. Setelah dipijat perut saya agak
sakit, tapi sekarang sudah tidak sakit kok.
|
Bidan
Ita
|
apa
?? ibu dipijat (dengan ekspresi kaget) ya ampun ibu nanti besok-besok ga
boleh datang lagi ke rumah sanro yah. Dipijat itu bahaya loh bu bagi
kehamilan. Ibu boleh datang ke rumah sanro, tapi ibu harus menolak jika
perutnya mau di pijat oleh sanro.
|
Mertua
|
ihhhhhh,,
kok bu bidan jadi nakutin anak saya sampe larang-larang anak saya dipijat
oleh sanro. Bu bidan masih pendatang disini yah jadi jangan sok tau. Kalau bu
bidan ingin betah tinggal di desaini, bu bidan sebaiknya tidak ikut campur
soal tradisi desasini.
|
Bidan
Ita
|
(merasa
tersinggung) saya tau saya masih baru bu, tapi saya lakukan ini demi anak ibu
juga. Ini masalah kesehatan bu, jadi seharusnya periksanya ke tenaga
kesehatan juga. Sanro itu dia tau apa sih masalah kesehatan.
|
Mertua
|
Ohhh
besok saja saya bakal laporin bu bidan ke sanro, biar tau rasa. Bu bidan
silahkan pulang.
|
Bidan
Ita
|
laporin
aja bu saya ga takut.
|
Bumil
|
Sudahlah
mak ga usah marah-marah, bu bidan nanti kalo sempat saya datang ke posyandu
bulan depan ya. Sekarang sebaiknya bu bidan pulang dulu sebentar lagi
maghrib, kasian kalo bu bidan jalan sendiri malam-malam. Kan ga ada temennya.
|
Bidan
Ita
|
Saya
tunggu ya bu nana. Silahkan beristirahat.
|
Keesokan
harinya setelah ibu mertua melaporkan bidan ITA kepada sanro, mereka berdua
pun sepakat untuk menemui langsung bidan Ita di rumahnya.
|
|
Sanro
|
Mana
yang namanya bidan Ita, sini keluar. (sambil berteriak keras)
|
Bidan
Ita
|
Aduhhh
ada apa yah bu. Kok ribut sekali
|
Sanro
|
Ooohh
jadi kamu yang namanya bidan Ita ya. Kurang ajar, orang ga tau adat. masih
pendatang baru malah main curang ngambil rejeki orang lain.
|
Bidan
Ita
|
Loh
loh ibu ini siapa yah? Datang-datang malah nuduh saya yang tidak benar
|
Mertua
|
Bidan
sudah lupa ya, kemarin saya kan bilang mau laporin bidan ke sanro. Sanro ini
adalah orang yang paling dihormati di desaini setelah Pak Desa. pokoknya
nanti kalo pak desa datang kita laporin biar sekalian diusir dari desa ini.
|
Sanro
|
humm
bener itu. Bisa-bisanya yah bidan baru malah jelek-jelekin saya di depan
pelanggan saya.
|
Bidan
Ita
|
Ibu-ibu
kalo bicara yang baik-baik yah bu. Saya bisa aja laporin balik ibu berdua ke
Kepala Desa dengan tuduhan pencemaran nama baik dan pembunuhan karakter.
|
Beberapa
menit kemudian Kepala Desa lewat bersama Bidan Senior. Mereka baru saja
menghadiri Rapat Bulanan di balai Desa.
|
|
Kepala
Desa
|
Wah
rame sekali yah
|
Mertua
|
Bagaimana
ga rame pak, coba lihat gaya bicara bidan ita kepada kami yang lebih tua
sambil teriak-teriak. kan ga sopan pak.
|
Sanro
|
Bidan
ini mau menggantikan posisi saya pak
desa
|
Bidan
Ita
|
Waduh
maksud ibu apa?? Jangan kira saya masih muda saya takut sama ibu yah. Saya
ini Bidan loh bu.
|
Mertua
|
ihhh
iya D3 kamu sekolah tapi seperti bukan orang yang tinggi sekolahnya. Yang
sopan dong sama yang tua.
|
Kepala
desa
|
sudah..
sudah mari kita duduk dulu. Belum apa-apa kok sudah pemanasan sih? Mari
ibu-ibu kita diskusikan bersama. Saya bersama Bidan Dika baru saja pulang
dari acara di balai desa jadi belum tau duduk persoalannya gimana. Bu bidan
boleh kami masuk ke dalam.
|
Bidan
Ita
|
Mari
pak, bu mari masuk.. silakan duduk. Maaf ruangannya agak sempit.
|
Kepala
Desa
|
Sebelum
kita ke pokok persoalan, saya akan perkenalkan kepada ibu-ibu sekalian Kepala
Puskesmas Laonti yang baru saja dilantik yaitu Ibu Dika, mungkin bu bidan
sudah tau yah. Beliau menggantikan Kepala puskesmas yang lama yang sudah
pensiun. Saya rasa perkenalannya cukup,
mari kita ke pokok permasalahan. Silahkan sanro lebih dulu yang memberikan
penjelasan.
|
Sanro
|
Begini
pak, tadi pagi selagi saya bekerja di kebun, tiba-tiba ibu dewi datang kepada
saya. Nah, setelah mendengar cerita dari ibu Dewi. Ternyata, bu bidan yang
masih baru ini, sudah menjelek-jelekkan saya di depan menantu ibu dewi yang
jelas-jelas adalah pelanggan saya. Saya ga terima, kalo memang mau bersaing
yang sehat bukan seperti ini caranya.
|
Mertua
|
Udah
pak, usir saja dia dari sini. Pandatang baru datang kok sudah ikut campur
sama tradisi desa. Kan ga tau diri pak.
|
Kepala
Desa
|
Sabar
bu sabar. Nah bagaimana bidan Ita? Bagaimana kejadiannya sebenarnya menurut
bidan Ita? Apa sudah sesuai yang diceritakan oleh mak sanro?
|
Bidan
Ita
|
Yah ga bener lah pak. Fitnah itu.. saya cuma
mengatakan kalau ibu hamil ga boleh dipijat sama dukun.
|
Sanro
|
Tuh
kan pak, si bu bidan malah memutarbalikkan fakta. bidan baru ini cara
bersaingnya ga sehat. Loh bukannya kamu yah yang fitnah saya. Memangnnya
sejak kapan ibu hamil ga boleh dipijat sama sanro??
|
Mertua
|
Makanya
saya bilang juga apa. Bu bidan baru ini sok tahu. Sebelum kamu datang juga kami semua selalu berobat sama sanro.
Lagian kita tau sendiri puskesmas jauh.
|
Kepala
desa
|
Baiklah,
saya kira cukup yah ibu ibu. Jangan diperpanjang lagi. Setelah mendengar
langsung pendapat dari ibu-ibu sebelum saya memutuskan mungkin ibu dika ingin
memberikan pendapat ? saya persilahkan.
|
Kepala
Puskesmas
|
Sebelumnya
sebagai atasan bidan ita saya sekaligus sebagai kepala puskesmas saya mohon
maaf atas kesalahpahaman yang terjadi. Ibu-ibu sekalian, bidan ita ini adalah
bidan PTT yang dibayar langsung oleh pemerintah pusat dan ditugaskan langsung
di desa ini sesuai SK penempatan. Semua kegiatan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan kewenangan bidan Ita, harus dilaksanakan karena itu adalah salah satu
tugas dari seorang bidan Desa. Mungkin kesalahan bidan Ita adalah kurang
mengetahui bagaimana adat istiadat yang berlaku didesa ini. Namun saya
tegaskan pula, bahwa adanya bidan desa disini tidak untuk menjadi saingan
dari ibu sanro yah. Karena kehadiran bidan Ita disini adalah untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan warga desa.
Ibu-ibu
tau sendiri puskesmas jauh, jadi kami berharap dengan adanya pos bersalin
desa yang dikelola oleh bidan Ita, dapat dijadikan sebagai tempat pelayanan
kesehatan pertama yanga dapat menjangkau langsung ke masyarakat,
sekalipun pelayanan yang diberikan
masih terbatas. Perlu saya tegaskan
kembali adalah kehadiran bidan Ita bukan untuk menjadi saingan ibu sanro,
tidak sama sekali. Karena ibu sanro dan bidan ita sudah memiliki ilmu
pengetahuan masing-masing dan pasti jauh berbeda. Mungkin cara penyampaian
dari bidan Ita yang kurang berkenan di mata ibu-ibu.
|
Bidan
Ita
|
Saya
minta maaf sebelumnya jika mmeang sikap saya tidak berkenan di hati ibu-ibu.
Akan tetapi saya tidak bermaksud untuk melarang ibu hamil untuk mendatangi
sanro. Namun, sesuai bidang keilmuan yang kami pelajari saat sekolah dulu,
diketahui bahwa memijat perut ibu hamil tidak dibenarkan, karena akan
menimbulkan berbagai macam resiko salah satunya terlepasnya plasenta/ari-ari
jika kehamilan ibu masih muda.
|
Mertua
|
Ya
ampun.. masa sih sampe segitunya. Waduh, mana calon anaknya nana itu cucu
pertama saya.
|
Sanro
|
Ga
usah percaya, buktinya semua pelanggan saya baik-baik saja.
|
Bidan
ita
|
Ya
Alhamdulillah jika semua pasien sanro sehat, hanya saja untuk mencegah segala
kemungkinan terburuk yang bisa terjadi, alangkah baiknya mulai kebiasaan
untuk memijat perut ibu selama hamil tidak dilakukan lagi.
|
Kepala
desa
|
Kami
juga berharap semua warga kami selalu sehat terutama ibu hamil dan anak-anak.
Ibu Dewi dan Sanro, kita sebagai orang tua tidak boleh menutup diri dengan
ilmu pengetahuan yang sudah berkembang bu sanro. Bukannya ingin merubag
tradisi, namun jika tujuannya baik saya rasa ga ada salahnya kita
pertimbangkan. Bagaimana bu sanro masih merasa tersaingi?
|
Sanro
|
Mungkin
benar juga apa kata Pak Desa, saya akan mencoba untuk tidak memijat perut ibu hamil lagi mulai
sekarang. (dalam hati : kecuali diminta)
|
Kepala
desa
|
Baiklah.
Saya kira kedua belah pihak sudah bisa berdamai sekarang. (sambil mengajak
ibu dei, sanro, dan bidan ita untuk bersalaman)Setelah posyandu mungkin bisa
disosialisasikan yan bu bidan, jangan lupa ibu sanro juga harus terlibat.
Bagaimana bidan Ita setuju?
|
Bidan
Ita
|
Iya
saya setuju pak. Sekali saya minta maaf kepada ibu sanro dan ibu dewi jika
ada perkataan ataupun perbuatan yang kurang berkenan.
|
Sanro
|
Iyalah
sama-sama
|
Ibu
Dewi
|
iya
sama-sama bidan
|
“SELAMAT BERAKTING”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar